1.
KERANGKA ANALISIS MASALAH
Nasib Beras Bulog
Setiap negara memiliki berbagai cara
sendiri didalam usahanya mengentaskan kemiskinan, salah satunya Indonesia kita
tercinta ini, yaitu dengan cara menjual beras murah (Beras Bulog), yang
sesungguhnya prakternya setiap keluarga miskin yang didata mendapat 15 Kg,
namun pada kenyataan yang sering terjadi tidak demikian beras yang masuk dari
hasil data di jadikan satu dan di buat sistim pemerataan dengan dasar yang
berbeda-beda (tergantung staf desa setempat), tidak hanya itu saja sering beras
yang di bagikan tidak layak makan oleh karenanya pernah terjadi beras yang di
dapat Gakin (warga miskin) diberikan pada ayam peliharaanya dan ada pula yang
pernah di kembalikan kepihak Bulok terdekat yang kemudian beras tadi diganti
dengan yang agak bagus.
Catatan : Dari warga yang terdata sebagai
Gakin ada yang rela dan tidak dengan sistim pemerataan tersebut.
(PP.Miftahul
Ulum Sumbergayam)
Pertanyaan :
a.
Bisa di benarkan atau tidak kesepakatan warga atau pihak staf suatu
desa yang melakukan sistim pemerataan ?
b.
Termasuk makan barang Haram atau tidak keluarga
yang mendapat beras tersebut ?
c.
Apakan bisa dibenarkan yang dilakukan sebagian
warga sesuai deskripsi ?
d.
Wajibkah pihak Bulok mengganti beras yang
dikembalikan warga ?
2.
KERANGKA ANALISIS MASALAH
Pajak Hotel
Dalam Perda Kabupaten Kediri
nomor I tahun 2011 mengenai pajak sebagaimana diubah terakhir pada Perda nomor
12 tahun terdapat sebuah peraturan yang berbunyi : “Tarif pajak hotel,
motel, losmen, gubug wisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya
adalah 10 % dari jumlah yang seharusnya dibayar kepada hotel. Dan tarif rumah
kost dengan jumlah kamar lebih dari 10 kamar adalah 5 % dari jumlah yang
seharusnya dibayar kepada pengelola rumah kost”.
Selain Perda tingkat kabupaten,
terkadang pemerintah tingkat provinsi pun membuat peraturan yang sama untuk
meminta pajak kepada pengelola tempat-tempat penginapan tersebut sehingga
mereka merasa terbebani dengan permintaan pajak dari tingkat kabupaten dan
provinsi. Belum juga bila mereka sadar akan kewajiban zakat dari penyewaan
tempat tersebut jika ternyata kalkulasi hasil telah mencapai nishob wajib
mengeluarkan zakat.
Dan dalam kenyataannya sendiri,
tidak jarang tempat-tempat tersebut digunakan sebagai tempat maksiat.
( PP.Ma’haduttholabah Kebondalem
Kandangan )
Pertanyaan :
a.
Apakah pajak seperti dalam
deskripsi bisa dikatakan sebagai pajak yang sesuai dengan syara’ ? Bila tidak,
maka apakah nama pajak penginapan seperti dalam deskripsi bila ditinjau dari
kacamata syara’ ?
b.
Apakah sudah mencukupi kewajiban
mengeluarkan zakat, pajak yang dibebankan kepada pengelola yang disetorkan
kepada pemerintah ?
c.
Bagaimanakah hukum pengambilan
pajak oleh pemerintah bila ternyata penginapan-penginapan tersebut terkadang
dijadikan tempat maksiat ?
3.
KERANGKA ANALISIS MASALAH
Thoriqoh Yang Dikambing Hitamkan
Thoriqoh adalah suatu jalan atau petunjuk untuk
melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang kemudian disambung kepada para
guru, mursyid, hingga sampai pada masyarakat umum sekarang ini. Thoriqoh
merupakan wahana mendekatkan diri kepada Allah dan patuh pada titah mulia yang
diembankan kepada manusia sebagai khalifah fil ardl yang mendapatkan taklif
dari Sang Khaliq untuk selalu beribadah kepada-Nya.
Akan tetapi dengan berjalannya waktu dan
banyaknya pengikut serta berbeda-bedanya “ritual”, masing-masing thoriqoh
sekarang ini terkadang banyak yang membuat masyarakat bingung untuk menilai dan
menentukan thoriqoh mana yang akan diikuti. Tidak jarang diantaranya yang
terkadang malah menjadikan masyarakat awam apatis karena dinilai tidak sesuai
dengan tuntunan syariat yang didapatkan di meja madrasah, pesantren, atau
sekolah-sekolah diniyyah yang dulu pernah diikuti. Beberapa contoh diantaranya
adalah oknum yang tidak mau mengerjakan shalat dengan dalih mengatasnamakan
ajaran thoriqoh yang diikutinya, karena pada hakikatnya shalat adalah sarana
ritual untuk ingat kepada Allah, jadi hanya cukup ingat saja kepada Allah sudah
gugur kewajiban shalat, bahkan hal ini didasari dengan ayat Al-Qur’an Surat
Thaha Ayat 14 :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا
فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Ada juga yang lebih ekstrem lagi, oknum yang
mengatasnamakan thoriqoh tertentu untuk melegalisasi perbuatan menyimpang
mereka, mereka mengambil dan memakan hak milik orang lain dengan dalih segala
sesuatu yang ada di muka bumi ini milik Allah. Jadi siapa saja boleh
memanfaatkan dan menggunakannya. Penyimpangan seperti ini juga mereka landasi
dengan ayat Al-Qur’an sebagai tameng pembenar, yakni surat Al Baqoroh Ayat 284
:
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي
الأَرْضِ
Ada lagi yang sudah menasional dan menjadi
pemberitaan setiap tahunnya, salah satu kelompok thoriqoh yang menjamur di
provinsi Bengkulu dan beberapa wilayah di Sumatra Barat yang selalu beda dalam
menetapkan awal puasa Ramadlan dan hari raya Idul Fitri beberapa hari sebelum
yang ditentukan oleh pemerintah maupun ormas Islam umumnya, dengan dasar
penanggalan yang jumlah harinya hanya 360 hari dalam setahun, metode
penanggalan ini dikatakan mengikuti metode yang dibuat oleh para ulama’ turun
temurun semenjak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada juga yang tidak mewajibkan sholat Jum'at
dengan dalih ajaran thoriqoh yang diikutinya. Yang terlihat amat sangat
mencengangkan lagi oknum yang mengatasnamakan ajaran thoriqoh melakukan ritual
mandi kembang di pantai Selatan untuk pencucian dosa. Dan dari kesekian banyaknya
penyimpangan-penyimpangan di atas ketika ditanya semuanya rata-rata memberikan
alasan yang sama, yakni ajaran thoriqoh dan bukan hanya sekedar syariat, karena
mereka menganggap bahwa setelah mengikuti thoriqoh tertentu tingkatan mereka
sudah di atas syariat. Ironis sekali.
( Pengurus FBMPP Pare )
Pertanyaan :
a.
Bagaimanakah kriteria thoriqoh yang benar ?
b.
Apakah dari contoh-contoh prilaku menyimpang di
atas ada yang memang benar-benar dilegalkan syariat (madzahibul arba’ah)
?
c.
Jika memang tidak dibenarkan, sampai sebatas
mana kewajiban kita sebagai masyarakat umum (umat Islam) atas
penyimpangan-penyimpangan di atas ?
d.
Apakah pemerintah selaku Ulil Amri punya
hak (kekuasaan) untuk mengklasifikasi dan menyatakan thoriqoh tertentu tidak
diakui (tidak mu’tabar) di Negara ini seperti halnya yang telah
dilakukan pemerintah terhadap aliran Ahmadiyah ?
4.
KERANGKA ANALISIS MASALAH
Preman Vs
Pedagang
Di sebuah pasar A terjadi pungli yang ditengarai sebagai biaya keamanan,
hal ini terjadi karena sebelumnya memang di pasar tersebut sering terjadi
kemalingan dan penodongan. Sebagian orang-orang berpengaruh di daerah itu
akhirnya membuat kesepakatan untuk diadakan musyawaroh dengan para pedagang
yang akhirnya menghasilkan sebuah kesepakatan berupa :
·
Setiap
pedagang diwajibkan membayar uang keamanan kepada pihak pengelola
pasar/keamanan
·
Tarif
pembayaran beragam dari yang terkecil Rp.7.500,- sampai yang terbesar
Rp.200.000,-
( PP.Mahir ar-Riyadl
Ringinagung )
Pertanyaan:
Akad
apakah yang terjadi antara pihak pengelola pasar dan pedagang ?
5.
KERANGKA ANALISIS MASALAH
Ijasah Bermasalah
Di
zaman yang semakin maju banyak didirikan berbagai jenis industri seperti pabrik
dan lain-lain. Untuk bisa bekerja di pabrik, salah satu syarat bisa masuk kerja
harus menyertakan ijazah. Namun banyak di antara orang-orang yang sudah
diterima kerja ada yang memiliki ijazah tapi dengan cara meminjam ijazah orang
lain dengan cara semisal mengganti namanya saja.
( PP.Al-Miftah Biro Puncu )
Pertanyaan:
a.
Apakah bisa dikatakan memalsukan
ijazah dengan meminjam milik orang lain dengan mengganti namanya ?
b.
Bagaimanakah hukum harta yang
dihasilkan melihat deskripsi di atas ?
6.
KERANGKA ANALISIS MASALAH
Santriwati
Keluar Pesantren
Menuntut ilmu ialah sebuah
kewajiban bagi setiap individu manusia. Tak terkecuali ning Maya. Ia adalah
seorang gadis putri KH.Ahmad yang terkenal dengan kealimannya di daerah Bandung
Jawa Barat. Sedangkan ning Maya sendiri dikenal sebagai wanita yang cantik,
pintar, cerdas, sopan, taat, dan sifat-sifat mulia lainnya.
Karena sifat taat kepada orang
tua, ning Maya diperintah oleh K.Ahmad untuk meneruskan menuntut ilmu di salah
satu pesantren di daerah Kediri di bawah asuhan KH.Sofyan yang notabene adalah
sahabat K.Ahmad. Hal ini disebabakan, KH.Ahmad menginginkan agar putri
tercintanya ini dapat melanjutkan studi di pesantren yang lebih berkwalitas dan
KH.Ahmad sendiri dapat menitipkan putrinya kepada sahabat KH.Ahmad sehingga
ning Maya mudah untuk dipantau perkembangannya. Selain itu, KH.Ahmad merasa
pesantren KH.Sofyan ini memiliki kedisiplinan dan peraturan yang begitu ketat,
sesuai dengan harapan KH.Ahmad.
Di pesantren ini, ning Maya
memiliki nilai akademis yang dirasa sangat memuaskan. Sehingga ning Maya sering
mendapat mandat untuk mengikuti event perlombaan atau bahtsul masa’il di luar
daerah Kediri sebagai wakil pesantrennya yang terkadang didampingi sebagian
pengurus atau bahkan bersama temannya sendiri.
Catatan :
· Madrasah
yang berada di pesantren ini berada di luar lokasi pesantren. Begitu juga
ketika santriwati akan berbelanja, mereka harus keluar area pesantren karena
memang toko yang dituju ialah milik warga sekitar pesantren
( PP.Ma’haduttholabah Kebondalem
Kandangan )
Pertanyaan :
a.
Seperti realita di banyak
pesantren, siapakah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengawasi santri
baik di dalam atau di luar area pesantren seperti dalam diskripsi ?
b.
Bagaimana hukumnya seorang santri
putri mengikuti event seperti bahtsul masa’il atau perlombaan di luar daerah
baik bersama pengurus atau sesama santri ?
c.
Apakah yang digunakan sebagai
batas area pesantren, sehingga santri putri tidak diperbolehkan keluar dari
batas tersebut ?